Sabtu, 10 Desember 2011

Darah Hitam

Mentari terbit dengan senyum yang hilang, pagi iniseharusnya kami mendengar kicauan burung, gemerisik dedaunan yang di tiup angin dan kokok ayam yang saling bersahut-sahutan tapi malang tak dapat di tolak , dentuman-dentuman peluru dan jeritan manusia terdengar dari luar jendela, derap langkah serdadu-serdadu jepang semakin terdengar mendekat, dekat bahkan sangat dekat dan perkampungan kami yang menjadi mencekam.


Pak somad yang biasa kami sapa dengan ustad somad tak berani membuka pintu sedikitpun , guru ngaji itu kini mungkin sedang gemetar di pojok lemari di dalam rumahnya.


“ Duar !..Duar !..”terdengar dua kali tembakan yang di layangkan ke udara sebagai peringatan menyusukl suara teriakan serdadu nomor satu “ Somad keluar !” bentaknya seraya memberikan pillihan jika pak somad dan keluarganya ingin selamat maka ia harus menyerahkan diri dan tidak lagi menyebar luaskan agama yang di anutnya,karena mereka fikir semua itu adalah kedok untuk menghimpun kekuatan pemberontak.


Tak dihiraukanya ancaman si serdadu itu, dia tetap tak keluar dari rumahnya sampai serdadu satu berteriak pada serdadu dua “ Bawa dia kemari ! “.serdadu dua datang menyeret gadis berjilbab putih, seraya menangis gadis itu meminta untuk di lepaskan tapi bukanya di lepaskan , jilbab yang melekat di atas kepalanya di tarik dengan kasar, aku sedih melihatnya. Ternyata gadis itu adalah putrid pak somad yang akan pergi ke sekolah tapi di tengah jalan ia di hadang oleh orang-orang itu ,


“Duar !...” terdengar satu tembakan dan satu suara jerit yang tertahan .Gadis mungil itu kini tersnyum dalam tidur panjangnya.


Kini giliran seorang perempuan separo baya yang di seret paksa oleh serdadu tiga dari belakang rumah,sementara serdadu satu dan yang lain tertawa terbahak-bahak dengan sekuat tenaga ia coba melepaskan diri, meronta ,mencakar,tetap tak di lepaskanya, digigitnya tangan serdadu tiga hingga berdarah, hal itu lantas membuat serdadu lain tambah terbahak-bahak seperti orang yang sedang melihat pertunjukan ludruk . Si serdadu tiga yang merasa kesakitan akhirnya kalap lantas menghantam kepala wanita itu hingga tersungkur, tak puas dengan itu ,serdadu tiga menyatkan belati yang terpasang di ujung senapanya, mula-mula wajah, tangan ,tubuh yang terbungkus rapi dengan baju kurung itu pun tak luput dari tajamnya mata belati itu, darah mengalir bercampur dengan tanah di susul dengan satu tembakan terakhir dari serdadu tiga. wanita itu menyusul anaknya yang telah pergi lebih dulu.


Namun alangkah terkejutnya aku, ketika dari balik jendela kulihat sesosok tubuh keluar dengan tanpa rasa takut bahkan tidak gemetar sedikitpun, ia hanya tersenyum dan berkata “ Allah ma’ana , Allah pelindungku dan Dia yang memberiku selamat ! bukan kalian “ kata-kata pak somad lantas membuat serdadu satu, dua, tiga dan yang lain ubahnya seorang pemburu yang mendapatkan buruanya. Dengan seringai yang mengerikan mereka memberondong pak somad dengan senapan yang dari tadi di hunuskan .
Genangaan darah yang merah bersih dari seorangpak somad telah di kotori oleh kekejaman orang-orang yang tak berhati manusia.






By: Lisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar